Kamis, 14 Maret 2013

Paper - Sistem Kesehatan di Negara Berkembang



SISTEM KESEHATAN DI NEGARA BERKEMBANG
“Sistem Kesehatan” istilah mencakup personel, lembaga, komoditas, informasi, pembiayaan dan strategi tata pemerintahan yang mendukung pemberian layanan pencegahan dan pengobatan. Tujuan Utama dari sistem kesehatan untuk merespon kebutuhan masyarakat dan harapan dengan memberikan pelayanan secara adil dan merata.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan system kesehatan sebagai “semua kegiatan yang tujuan utamanya adalah untuk mempromosikan, memulihkan, atau menjaga kesehatan”. Bank Dunia mendefinisikan sistem kesehatan yang lebih luas untuk memasukkan faktor yang saling berhubungan untuk kesehatan, seperti kemiskinan, pendidikan, infrastruktur dan lingkungan social dan politik yang lebih luas.
            Sistem kesehatan yang berfungsi dengan baik adalah penting untuk mencapai Milenium Development Goals (MDGs) oleh 2.015,5 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengidentifikasi enam komponen yang diperlukan untuk menetapkan, mempertahankan dan memperkuat sistem kesehatan, sedangkan yang memungkinkan untuk memberikan layanan yang diperlukan, akses universal ke layanan, dan cakupan universal manfaat perawatan kesehatan.
Negara-negara berkembang, bagaimanapun menghadapi banyak tantangan untuk membangun yang kuat, kesehatan yang handal systems.Tantangan-tantangan ini termasuk pembiayaan tidak memadai, kurangnya koordinasi antar-lembaga, buruk-fungsi sistem informasi, kekurangan kesehatan pekerja dan gangguan pasokan.
1.      Kekurangan pekerja kesehatan membatasi kemampuan banyak negara untuk mencapai MDG. kekurangan yang ada ini melemahkan sistem penyampaian layanan kesehatan dan menghambat ekspansi services.Sebagai contoh, di 15 negara di Sub-Sahara Afrika ada lima atau kurang dokter per 100.000 orang.
2.      Kedua sektor publik dan swasta memiliki peran untuk bermain dalam mengatasi tantangan yang kompleks dan unik yang dihadapi oleh negara-negara berkembang untuk mengembangkan dan memelihara sistem kesehatan masalah yang efektif. Di banyak negara, kurang dari setengah dari penduduk memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan masyarakat.
3.      Sistem kesehatan diperkuat tujuan untuk meningkatkan kesehatan dengan menanggapi kebutuhan masyarakat dan harapan, dan dengan menyediakan layanan secara adil dan merata. Intervensi termasuk meningkatkan kepemimpinan dan pemerintahan, memastikan pasokan produk medis dan menciptakan sistem pelayanan yang lebih efektif dan efisien.
4.      Kesehatan sistem penelitian mengidentifikasi tantangan dalam menyediakan perawatan dan memberikan intervensi di semua tingkat sistem kesehatan dan menyediakan solusi inovatif untuk meningkatkan penyampaian pelayanan. Menghadapi tantangan ini dalam pengaturan di mana infrastruktur kesehatan runtuh di berbagai bidang membutuhkan ditargetkan penelitian tentang sistem kesehatan dan kebijakan kesehatan.

Keringanan dan Pembebasan Biaya untuk Jasa Kesehatan di Negara Berkembang
Sebagai tanggapan terhadap semakin minimnya anggaran dan berkembangnya permintaan, banyak negara-negara berkembang menerapkan biaya resmi dan tidak resmi untuk fasilitas kesehatan pemerintah. Disisi pemerintah tindakan itu menaikkan pendapatan, namun dengan tidak adanya perlakuan khusus, biaya yang dikenakan kepada pengguna jasa kesehatan dapat mengakibatkan ketimpangan dan inefisiensi. Tulisan ini mengulas keberhasilan dari dua bentuk penjatahan tersebut, yaitu keringanan biaya dan pembebasan biaya. Pembebasan biaya membuat penduduk miskin memperoleh pelayanan kesehatan secara gratis dan keringanan biaya membuat semua penduduk menikmati pelayanan-pelayanan kesehatan tertentu secara gratis. Dilemanya adalah bagaimana mempertahankan biaya pengguna jasa tanpa menimbulkan ketimpangan dan inefisiensi.
Tulisan ini akan mengulas literatur internasional dan pengalaman tujuh negara berkembang — Kamboja, Chile, Ghana, In- donesia, Kenya, Thailand, dan Zimbabwe — dalam pembebasan dan pemberian keringanan biaya, serta menarik pelajaran untuk negara-negara yang ingin menerapkan sistem serupa.
Menilai Sistem yang Diterapkan
Menilai manfaat praktis dari sistem pembebasan dan keringan biaya dalam studi kasus beberapa negara sulit untuk dilakukan. Bukti-bukti terpencar dan beragam, sumber informasi juga terpencar dan sering kali bersifat tidak resmi. Tulisan ini bertujuan untuk mengulas (1) derajat pembebasan biaya dalam mengurangi pengeluaran dari kelompok miskin; (2) peningkatan penggunaan jasa kesehatan dengan adanya fasilitas tersebut; dan (3) faktor- faktor penyebab keberhasilan sistem tadi. Di bawah ini adalah ringkasan dari temuan-temuan utama:
·         Pengawasan kinerja dan evaluasi. Kurangnya pengawasan dan evaluasi adalah kelemahan utama dari sistem yang dinilai. Absennya kedua hal ini mengakibatkan semakin sulitnya mengukur kinerja waiver dan exemption dan melakukan langkah-langkah perbaikan.
·         Keberhasilan pencapaian sasaran. Di negara-negara berpendapatan rendah yang ditinjau, cakupan dari fasilitas ini terhadap penduduk miskin sangat rendah, terutama karena pemerintah tidak secara tepat memberikan kompensasi kepada penyedia jasa yang mensubsidi jasanya sendiri. Penyedia jasa bagi pemerintah Kenya, sebagai contoh, sama sekali tidak menerima kompensasi. Penyedia jasa di Ghana menerima kompensasi, tetapi pembagiannya tidak merata dan sering kali tertunda. Maka kunci sukses sistem pembebasan dan keringanan biaya terletak pada kompensasi yang cukup dan tepat waktu bagi penyedia jasa.
·         Cakupan penduduk miskin dan kebocoran ke penduduk yang tidak miskin. Di negara-negara berpendapatan menengah, seperti Thailand dan Chile, cakupan dari sistem ini termasuk tinggi. Namun, di kedua negara ini, penduduk dengan tingkat pendatapan yang berhak untuk memperoleh fasilitas tersebut ditetapkan terlalu tinggi, sehingga terjadi kebocoran yang cukup besar, dimana subsidi menguntungkan penduduk yang mampu.
·         Biaya administratif. Hampir tidak ada informasi yang tersedia mengenai biaya pengelolaan fasilitas tersebut. Hal ini membuat penilaian dari efisiensi pencapaian sasaran menjadi sulit untuk dilakukan.
·         Kebijakan nasional dalam pembebasan dan keringanan biaya. Semua negara, kecuali Kamboja, memiliki kebijakan pembebasan dan keringanan biaya untuk beberapa kategori jasa kesehatan untuk semua penduduk. Pada saat yang sama, kebanyakan negara tersebut memiliki masalah dalam kriteria penduduk yang berhak menggunakan fasilitas ini, terutama dalam membedakan antara penduduk miskin dan penduduk tidak miskin. Sebagai contoh, di Kenya, sebuah kebijakan nasional mewajibkan penyedia jasa membebaskan biaya kepada yang disebut dengan “fakir miskin”, namun kurangnya pedoman di tiap fasilitas penyedia, membuat mereka harus mendefinikan sendiri yang disebut sebagai pasien “fa- kir miskin”. Membuat definisi yang jelas dari target penerima jasa ini adalah penting. Identifikasi kriteria juga harus dapat dengan mudah dilakukan dan diverifikasi.
·         Melawan stigma. Di kebanyakan kasus yang diulas, penduduk miskin seringkali tidak mengajukan permohonan pembebasan biaya karena malu dengan keadaan mereka. Pelamar fasilitas tersebut di klinik umum yang besar di Kamboja misalnya, harus menghadapi uji-kepemilikan di ruang tunggu. Rasa malu seringkali berujung pada mundurnya pelamar dari pendaftaran.
·         Menentukan yang berhak mendapatkan fasilitas. Tidak ada jawaban yang bulat untuk menjawab siapa yang harus bertanggung jawab terhadap proses pembebasan biaya. Meskipun begitu, bagi pihak yang menentukan siapa saja yang berhak mendapatkan fasilitas ini harus tahu dengan baik kriteria seleksi, dilatih dengan baik, dan sepenuhnya tahu mengenai kendala yang dihadapi dalam proses penerapannya.
·         Biaya akses. Membebaskan kelompok miskin dari pembayaran mungkin tidak cukup untuk mempromosikan perawatan kesehatan. Penduduk miskin seringkali harus mengatasi biaya akses dari pelayanan kesehatan diluar biaya pemakaian, seperti transportasi, penginapan, dan makanan termasuk opportunity-cost (biaya yang timbul akibat tidak bekerja untuk mendapatkan jasa kesehatan). Health Equity Fund yang dimiliki Kamboja tidak hanya membebaskan biaya perawatan kesehatan bagi penduduk miskin, tetapi juga biaya transportasi dan makanan mereka yang berkaitan dengan perawatan kesehatan.
·         Memperbarui biaya atas jasa kesehatan dan batas pendapatan bagi penerima fasilitas. Biaya atas jasa kesehatan dan batas pendapatan yang layak menerima fasilitas ini harus disesuaikan secara periodik untuk menjamin fasilitas ini hanya memberikan kemudahan bagi yang berhak menerimanya. Jika tidak, negara- negara bersangkutan dapat secara tidak sadar menghambat akses terhadap pelayanan kesehatan atau mendorong penyedia jasa untuk menaikkan sendiri biaya mereka. Contohnya, jika kelayakan diberikan berdasarkan nilai konstan kelompok pendapatan nominal, inflasi mengakibatkan semakin sedikitnya orang-orang yang berhak untuk memperoleh bantuan.
·         Aspek institusional. Penyedia jasa membutuhkan pedoman yang tertulis dengan jelas bagaimana pembebasan dan keringan biaya berjalan, dengan fleksibilitas untuk adanya variasi regional atau lokal jika diperlukan. Kejelasan semacam itu pada umumnya tidak ditemukan di negara-negara yang ditinjau. Selain itu, staf yang bertanggung jawab mengelola sistem tersebut tidak memiliki pengetahuan dan pelatihan yang memadai.
·         Diseminasi dari fasilitas yang telah ada. Penduduk miskin harus tahu bahwa mereka berhak untuk mendapatkan fasilitas kesehatan secara gratis atau subsidi, dan pengelola harus tahu siapa yang diberikan keringanan. Penduduk juga harus diinformasikan mengenai adanya mekanisme semacam ini. Mekanisme diseminasi harus dibuat khusus sesuai dengan karakteristik penduduk miskin, seperti fakta mereka tinggal jauh dari pusat-pusat kota, memiliki akses yang minim terhadap informasi, berpendidikan rendah, dan bekerja dengan jam kerja yang panjang.

Kesimpulan
Beberapa negara telah menerapkan pendekatan yang berbeda untuk pemberian keringanan dan pembebasan biaya. Negara-negara yang secara hati-hati merancang programnya, seperti Indonesia dan Thailand, memiliki tingkat keberhasilan yang besar dalam hal tingkat pemberian manfaat, dibandingkan dengan negara-negara yang melakukan improvisasi dalam pendekatannya, seperti Ghana, Kenya, dan Zimbabwe. Kunci keberhasilan sistem ini adalah pendanaan yang memadai. Sistem yang diterapkan oleh Indonesia, Thailand, dan Kamboja, lebih sukses dalam memberikan kompensasi ke penyedia jasa untuk pendapatan mereka yang hilang karena harus menyediakan fasilitas tersebut, dibandingkan dengan misalnya Kenya, dimana penyedia harus menyediakan sendiri dana untuk fasilitas tadi.
Kunci keberhasilan lainnya termasuk penyebaran informasi yang luas dari pemberian keringanan dan pembebasan biaya kepada penerima potensial, dukungan dana untuk pasien tidak mampu dan biaya diluar biaya kesehatan untuk mendapatkan perawatan kesehatan, serta kriteria yang jelas dari siapa yang berhak menerima keringanan.

Tidak ada komentar: